Embodied Cognition Summary in Indonesian
Embodied Cognition (Kognisi Tertanam)
GERRY WEBER·TUESDAY, JUNE 5, 2018
Kali ini saya akan membahas secara singkat mengenai teori dalam ilmu kognitif yang berurusan dengan landasan dibalik aktivitas berpikir. Teori ini disebut Embodied Cognition atau Kognisi Tertanam, yang sederhananya menyatakan bahwa fitur kognisi, baik dari manusia maupun hewan, dibentuk dan dipengaruhi oleh aspek yang dimiliki keseluruhan tubuh organisme tersebut. Dalam konteks manusia, fitur kognisi yang dimaksud dapat meliputi konstruksi mental tingkat tinggi (seperti konsep dan kategori), dan performa dalam melakukan tugas mental (seperti pertimbangan dan pengambilan keputusan). Sedangkan untuk aspek tubuh dapat meliputi sistem motorik, sistem persepsi, interaksi antara tubuh dengan lingkungan, beserta asumsi dasar mengenai dunia sekitar yang tercetak dalam struktur suatu organisme.
Dalam “Embodiment Thesis” terdapat paham dasar yang menjelaskan makna dibalik penggunaan istilah “tertanam” terhadap aspek-aspek kognitif (yang berkaitan dengan pikiran dan pemikiran). Hal-hal tersebut antara lain:
1. Bahwa dengan menggunakan istilah “tertanam”, diharapkan bisa memperjelas relasi antara tubuh dan pikiran milik suatu subjek, yang secara khusus menekankan adanya ketergantungan oleh pikiran terhadap jenis pengalaman yang diterima melalui tubuh dengan seperangkat kapasitas sensorik/inderawi tertentu, dan bahwa kapasitas sensorik/inderawi tersebut juga merupakan sesuatu yang tertanam dalam dan dibatasi oleh kondisi biologis, psikologis, dan budaya yang berlaku. Ini berarti apa yang sanggup kita pikirkan dibatasi oleh jenis hal yang sanggup diterima oleh persepsi kita dan dipengaruhi oleh latar belakang lokal masing-masing, sebagai contoh karena kita tidak memiliki indera sonar (seperti pada kelelawar dan lumba-lumba), maka kita tidak dapat berpikir dalam wujud itu, namun apa yang kita terima dari pancaindera manusia (yang berwujud gambaran, suara, aroma, sentuhan, rasa) dapat kita bayangkan dengan bebas, kemudian pikiran bisa disebut tertanam dalam artian pikiran tidak memproses suatu hal secara terlepas dari bagian tubuh lain, dan bahwa pikiran terlibat secara langsung dalam proses penerimaan persepsi, pikiran tidak bekerja dengan menunggu stimulus untuk selesai diterima dan dikirim ke otak terlebih dahulu, namun aktif secara bersamaan dengan indera yang digunakan. George Lakoff, seorang ilmuwan pengembang teori ini, menyebut dalam salah satu seminarnya, bahwa pikiran yang bermakna hanya dapat dihasilkan melalui koneksi antara otak dengan bagian tubuh lainnya, dan tidak bisa dihasilkan hanya melalui koneksi antara otak dengan bagian-bagiannya, tanpa adanya unsur kesadaran yang diperpanjang hingga ke bagian tubuh selain otak, tidak akan ada aktivitas berpikir, karena tidak akan ada hal yang bisa dijadikan bahan berpikir.
2. Kognisi tertanam lebih memperhatikan unsur feedback yang ditimbulkan antara subjek dan lingkungan sekitarnya, dimana feedback ini akan disusun sesuai sifat yang dimiliki tubuh subjek tersebut, sehingga setiap subjek yang memiliki karakteristik tubuh berbeda akan memiliki kadar penanaman yang berbeda pula, dan kadar penanaman ini mengacu pada kemampuan subjek untuk memberikan pengaruh terhadap lingkungannya, dan memungkinkan subjek tersebut untuk melakukan lebih banyak jenis interaksi dan menerima lebih banyak jenis informasi. Sebagai contoh: Gurita memiliki lebih banyak neuron dalam tentakel-nya ketimbang otaknya, dimana tentakel tersebut dapat memiliki kesadarannya sendiri disaat bahaya.
3. Teori kognisi tertanam menjembatani 2 teori lain tentang kognisi, yaitu kognisi tersambung/extended cognition (pandangan bahwa proses berpikir tidak hanya terbatas pada pikiran dan tubuh yang dimiliki individu, namun juga lingkungan dimana individu tersebut berada, beserta interaksi yang terjadi antara individu dengan lingkungan tersebut, bukan sesuatu yang berusaha memahami secara terisolir/terputus dari kejadian sebenarnya, bukan sekedar manipulasi simbol maupun pembuatan representasi dari realita, tapi juga dapat meliputi tindakan serta pemanfaatan objek yang terjadi di luar pikiran, salah satu contoh yang paling mudah adalah kemampuan yang sudah sering kita asah sampai ke tingkat dimana kita dapat menggunakannya tanpa berpikir, dan dapat mengadaptasikannya dalam berbagai situasi, dimana kita sudah merasa bahwa kegiatan tersebut beserta lokasi dan kondisi kejadian sebagai bagian dari diri kita sendiri, atau bagaimana kita menjadi familiar terhadap suatu tempat baru melalui interaksi berulang tanpa harus membuat pemetaan secara rinci, tubuh kita biasanya akan memberikan sinyal secara otomatis mengenai dimana kita berada) dan kognisi berkeadaan/situated cognition (pandangan bahwa wawasan dan pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari tindakan dimana wawasan dan pengetahuan tersebut didapatkan, dan wawasan/pengetahuan hanya dapat dipahami sesuai dengan konteks yang berlaku: berdasarkan aktivitas, sosial, budaya, dan bahasa yang mengelilingi wawasan/pengetahuan tersebut; pandangan ini juga beranggapan bahwa proses belajar merupakan peningkatan performa individu dalam berbagai situasi ketimbang pengumpulan informasi semata).
4. Ketergantungan pikiran terhadap tubuh dan interaksi lingkungan dapat dijelaskan melalui cara kerja kognisi dalam sistem biologis, dimana kognisi bukan sesuatu yang mampu menciptakan fungsi dan tujuannya sendiri namun terikat pada tujuan dan kapasitas dari sistem yang menampungnya, bukan berarti kognisi hanya ditentukan oleh adaptasi perilaku, namun karena kognisi membutuhkan wadah/fasilitas untuk dapat melakukan pemrosesan informasi, maka akan dilakukan dengan cara mengeksplorasi dan memodifikasi lingkungan dimana media yang digunakan dalam aktivitas tersebut adalah tubuh (sistem biologis beserta tujuan dan kapasitasnya - “tangan untuk menggegam, sensitivitas kulit yang peka terhadap hal tertentu, lima jari yang hanya bisa berputar ke arah tertentu” sehingga membatasi/menentukan hal yang bisa dipahami/diwujudkan melalui sentuhan dan secara tidak langsung menentukan tujuan dan fungsi dari pikiran yang dimiliki, yaitu untuk menggunakan alat atau mengartikan tekstur misalkan, dll). Kognisi tidak hanya terdiri atas pembuatan suatu representasi yang seakurat mungkin dari input yang diterima, namun juga produksi pengetahuan yang mampu memenuhi kebutuhan jangka pendek yaitu menuntun perilaku dalam merespon perubahan lingkungan.
Kesimpulan akhir yang bisa ditarik adalah bahwa aktivitas berpikir bukan sesuatu yang berdiri sendiri namun bergantung pada karakteristik/fitur tubuh yang dimiliki, dimana persepsi dan interaksi seseorang akan dibatasi oleh kapasitas tubuhnya, juga dipengaruhi oleh lingkungan dan latar belakang, dan bahwa mekanisme biologis berperan mengarahkan dan memberikan tujuan spesifik bagi pikiran.
Saya rasa sekian dulu, mohon maaf jika ada penjelasan yang kurang memuaskan, saya akan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas tulisan saya.
Referensi: https://en.wikipedia.org/wiki/Embodied_cognition https://www.theatlantic.com/science/archive/2017/10/extended-embodied-cognition/542808/
-Gerry (ISFP/ESI)