Mount Agung Bali Coverage
TRAVELING
SABTU 8 JULI
TAHUN 2017
HALAMAN 17
Mendaki
Gunung
Agung,
Puncakk
Tertinggi
Pulau Bali
FOTO-FOTO: ARI GANESA/JAWA POS
Bali tak melulu soal pantai-pantainya yang menawan. Gunung
Agung juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong yang
menginginkan wisata anti-mainstream.
Jalur
Ada beberapa pilihan starting point.
Yakni, Pura Pasar Agung (selatan),
Budakeling (tenggara), dan Pura Besakih
(barat daya). Pura Pasar Agung paling
pendek, tapi paling curam.
Guide
Harus pakai guide untuk menghindari
kasus pendaki hilang atau tersesat.
Teman saya bercerita, suatu kali dirinya
nekat tidak menggunakan jasa pemandu.
Yang terjadi, dia dikejar dan diminta
memakai jasa pemandu demi
keselamatan.
CA RBO LOA DIN G DU LU:
Seb elu m sum mit atta ck,
kam i
mendirikan camp. Kami har
us makan dan istirahat yan
g cukup
untuk dapat menaklukkan jalu
r menuju puncak.
Gunung Keramat
Logistik
Timing
Jaga selalu kesopanan berbicara dan
bertingkah laku selama perjalanan.
Hormati juga adat istiadat setempat.
Gunung Agung sangat disucikan
masyarakat Hindu di Bali.
Jangan membawa
logistik atau makanan
yang berbahan daging
sapi. Sebab, sapi adalah
hewan yang disucikan
masyarakat Hindu di
Bali. Oh iya, selama
mendaki, saya tidak
menemukan sumber
mata air. Jadi, sebaiknya
siapkan bekal air minum
yang cukup. Setidaknya
dua botol 1,5 liter.
Perhatikan periode
dan waktu-waktu yang
memungkinkan untuk
pendakian. Tidak
setiap saat gunung ini
bisa didaki. Bila ada
upacara di Besakih
dan Pura Agung, jalur
pendakian dari sana
ditutup. (*/c18/na)
Perlengkapan
Gunakan peralatan mendaki yang
lengkap. Mulai tenda, sepatu gunung,
hingga jaket windproof dan waterproof.
Jangan lupa bawa headlamp dan trekking
pole karena jalur cukup ekstrem.
SUPERTERJAL:
Tinggal beberapa
meter menuju
puncak Gunung
Agung, medan
justru terasa
makin berat.
Namun, kami tetap
bersemangat.
PULAU para dewa ini punya dua gunung yang terkenal:
Gunung Batur dan Gunung Agung. Sudah lama saya
penasaran, ingin mendaki Gunung Agung yang tingginya
mencapai 3.142 meter di atas permukaan laut (mdpl)
sekaligus merupakan gunung tertinggi di Pulau Bali.
Nah, pada 19–21 Mei lalu saya melakukan perjalanan
yang terbilang mendadak. Baru sekitar H-3 sebelum
acara, saya mendapat kabar dari teman bahwa ada
acara pendakian bersama ke Gunung Agung yang digelar
produk peralatan outdoor Eiger. Biayanya terjangkau
karena kebutuhan selama pendakian disubsidi Eiger.
Jumat pagi (19/5), setiba di Denpasar, saya menuju
meeting point di Eiger Flagship Store Seminyak, Badung.
Saya dan rombongan yang berjumlah 60 orang kemudian
bersama-sama menuju Pura Besakih, salah satu titik
awal pendakian. Kami mendapatkan materi dari para
mountain expert dan pendaki seven summit. Malam
itu kami menginap di base camp.
Pendakian dimulai keesokan
hari, sekitar pukul 09.00 Wita. Kami
lalu membagi kelompok. Tiap
kelompok berisi sekitar 6 orang
dengan ditemani seorang pemandu
lokal. Sebenarnya ada panitia yang
mendampingi. Namun, kami
diharuskan menggunakan jasa
guide. Mereka lebih berpengalaman
Ari Ganesa
soal keamanan serta paham medan
Wartawan Jawa Pos
dan adat istiadat setempat.
Pura Besakih tergolong jalur yang landai untuk
mencapai puncak Gunung Agung. Mendaki siang,
selain panas, stamina terkuras. Kelompok kami tiba di
kamp sebelum matahari terbenam. Bila dihitung, pendakian
memakan waktu lebih dari tujuh jam (karena banyak
istirahat, hehe). Kami membuka kamp dan menginap
semalam. Sulit untuk beristirahat karena udara terlalu
dingin. Lokasi kamp juga kurang nyaman karena lahannya
terbatas untuk rombongan besar kami.
Kami sebisanya berusaha tidur. Mengisi tenaga
dan memulihkan kondisi sejenak untuk persiapan
summit attack. Pada pukul 02.00 Wita, panitia
sudah membangunkan para peserta untuk
bersiap menuju puncak. Perjalanan dimulai
pada pukul 03.00 Wita.
Antara kuat dan tidak, saya terus melangkah
meski sangat pelan. Cukup berat karena
tanjakan curam tak pernah berhenti. Kami
disuguhi jalur berbatu-batu. Kiri-kanannya
jurang. Dibutuhkan konsentrasi tinggi
agar tidak terjatuh. Karena lelah, entah
berapa kali saya berhenti berjalan.
Untung, beberapa teman berbaik
hati untuk menunggu saya sehingga
kami berada di kloter yang benarbenar terakhir.
Seharusnya, bila cepat, saya sampai
di puncak saat sunrise. Namun, apa
daya, karena sering berhenti,
matahari bersinar lebih dahulu
sebelum saya tiba di puncak. Kondisi
puncak pun begitu ramai dengan banyaknya
pendaki yang mengantre untuk mengambil
foto tepat di puncak.
Selain pendaki lokal seperti kami, banyak
pendaki asing yang saya temui di sana. Ada
yang berasal dari Amerika Serikat, Australia,
Bulgaria, Hungaria, Belanda, hingga Jepang.
Dari puncak tertinggi Pulau Dewata, kami
bisa melihat keindahan Bali yang begitu
memukau dari ketinggian.
PENAWAR LELAH: Pemandangan dari puncak Gunung Agung.
Matahari terbit dari balik awan yang ada di bawah kami.
Nah, setelah beberapa saat menikmati puncak yang
dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa
tersebut, kami bersiap turun. Kami membongkar kamp
dan mengemasi perlengkapan. Sekitar pukul 11.00 Wita,
setelah makan siang, rombongan bergerak turun.
Biasanya, perjalanan turun gunung cenderung lebih
mudah daripada naik. Tapi, itu tidak berlaku di Gunung
Agung. Jalur turunnya begitu menyeramkan dan terjal.
Saya sampai harus dibantu teman dengan menggunakan
tali webbing agar tidak terjatuh.
Brand ambassador Eiger Ramon Y. Tungka bahkan
harus merelakan kakinya keseleo lantaran jatuh bangun
(dalam arti harfiah) menuruni gunung. Tumit dan jarijari bintang Labuan Hati itu lecet-lecet serta engkelnya
cedera. Beberapa rekan memilih untuk mengganti sepatu
dengan sandal gunung agar kaki tidak lecet. Dibutuhkan
waktu empat jam, stamina fit, plus tenaga ekstra untuk turun
dari titik tert-inggi
Pulau Bali tersebut.
(*/c11/na)
SAATNYA WEFIE:
Penulis foto
bareng aktor
Ramon Y.
Tungka yang ikut
mendaki.